MENGAPA SAYA
MENGIDOLAKAN KH ACHMAD SIDDIQ, bagian 3
AL ARIF BILLAH KH. ACHMAD SIDDIQ
SANG MUROBBY PPI AS SHIDDIQI
PUTERA JEMBER
Bagian Ketiga
Santri
Harus Mandiri
Dua tahun berada di PPI ASTRA, tepatnya pada
tahun 1981 saat diadakan reformasi pengurus Majlis Santri saya terpilih sebagai
ketua pondok dan Abd, Halim soebahar sebagai wakil (sekarang Prof. Dr. dosen IAIN
Jember), terasa benar bahwa Murobby mendidik para santrinya untuk merdeka,
mandiri dalam segalanya, hal ini terbukti :
1. Tata cara pemilihan pengurus baru sepenuhnya
terserah panitia, panitia dibentuk oleh pengurus lama dalam suatu rapat
terbuka;
2. Panitia inilah yang merencanakan semuanya,
menyusun tatib, menyusun peryaratan calon pengurus dan melaksanakan penjaringan
calon;
3. Murobby sama sekali tidak mencampuri urusan siapa
yang akan menjadi pengurus, panitia hanya melapor kepada beliau terkait calon
yang diajukan oleh santri, sedang pemilihannya sepenuhnya terserah santri;
Kemandirian Pondok Pesantren dan santri,
beliau tanamkan begitu kuat pada diri santri, sehingga dalam kaitannya dengan
hadis “ al yadul ‘ulya khairon minal yadis sulfa = tangan diatas lebih utama
dari pada tangan dibawah = pemberi lebih utama dari penerima”), Murobby
menjelaskan :
ü Berjiwalah sebagai mayoritas, bukan sebagai
minoritas:
Ø Janganlah bermental menengadahkan tangan,
jangan mengandalkan sumbangan dan pemberian orang lain dalam segala hal,
berusahalah sendiri, bergantunglah dan hanya memintalah kepada dzat yang Maha
Kaya. Yang saya saksikan selama saya berada di PPI ASHTRA (1979 sd beliau
wafat):
· Dalam hal pembangunan sapras pondok, belum
pernah mengajukan sumbangan (proposal) kepada pemerintah atau yang lainnya, ada
empat pengalaman saya yang sangat menunjukkan integritas Murobby kita :
Pertama, karena disana sini pondok pesatren lain begitu
mentereng merenovasi dan membangun pondoknya, maka saya ikut-ikutan membuat
proposal permohonan sumbangan ke Arab Saudi, hampir 100% saya mencontoh
proposal pondok Sukerejo Asembagus yang berhasil memperoleh sumbangan (dana
hibbah?) dari Arab Saudi. Begitu proposal selesai tinggal tanda tangan Murobby,
proposal saya serahkan kepada beliau. Apa rowa (apa itu) lalu saya jelaskan,
ka’dinto dst (ini dst), lalu beliau dawuh “sabek e meja” (letakkan di meja).
Alhamdulillah sampai Murobby wafat proposal itu tidak pernah ditanda tangani.
Kedua, putera Murobby ke tujuh, Ir. M Syakib Sidqi As. Dosen
POLTEK Payakumbuh Sumatera, keluarga terutama Nyai berkeinginan agar gus Syakib
S bisa dipindah ke UNEJ / POLIJE, waktu itu menteri pendidikannya bapak Prof.
Dr. Fuad Hassan, Murobby kita atas permintaan p Fuad waktu itu, menjadi salah
satu anggota BPPN (badan pertimbangan pendidikan nasional). Jadi ada kedekatan
antara Murobby dengan pak Fuad, saya diminta oleh nyai untuk membuat surat
kepada pak Fuad H, begitu surat selesai lalu diberikan kepada Murobby untuk
ditanda tangani, alhamdulillaah sampai Murobby wafat surat itu tidak pernah ditanda
tangani.
Ketiga, watu itu pengurus (1981/1982) merencana
membuat kalender pondok dan ini pertama kali pondok membuat kalender, dan
berkeinginan agar dalam kalender itu dipasang foto Murobby, lalu saya dengan
saudara alm. Mud’har Syarifuddin menghadap beliau, beliau diam lalu dawuh apa
engko’ ejuwale bi’ bekna? (apa saya mau kamu jual), yah akhirnya kalender tetap
dibuat tanpa satupun foto Murobby.
Keempat, ketika itu saya diutus membeli sesuatu, murobby dawuh
jek abele mon esoro engko’ (jangan bilang kalau disuruh saya
ü Jangan banyak menuntut, kaitannya dengan
pemerintah RI, umat islam jangan banyak menuntut ini itu, berbesar hatilah dan
memberilah. Contohlah kyai-kyai pendiri Negara ini, yang dengan kebesaran hati
menyetujui kelompok kecil yang saat itu menuntut agar kata “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” dalam sila pertama dihapus.
No comments:
Post a Comment